Minggu, 02 Agustus 2009

Protoplasma

DASAR-DASAR KIMIA PROTOPLASMA
A. Protoplasma
Protoplasma adalah zat hidup yang membangun sel. Protoplasma yang terdapat dalam nukleus disebut nukleoplasma sedangkan protoplasma yang terdapat di luar nukleus disebut sitoplasma. Dalam protoplasma terkandung bahan organik dan anorganik. Dari analisis barbagai organisme menunjukan bahwa protoplasma terdiri dari lebih kurang 36 unsur kimiawi.
Unsur-unsur yang terdapat di dalam protoplasma
elemen Persentase berat
Oxigen 76.0
Carbon 10.5
Hydrogen 10.0
Nitrogen 2.5
Phosphorus 0.3
Potassium 0.3
Sulfur 0.2
Clorine 0.1
Natrium 0.04
Calcium 0.02
Magnesium 0.02
Ferum 0.01
Beberapa tambahan berupa
cuprum, cobalt, mangan, zinc, dsb. 76.0
Dikutib dari Beaver dan Noland. 1966. Hal . 36

Dari tabel tersebut tampak bahwa ke empat unsur yang pertama yaitu oxigen, carbon, hydrogen dan nitrogen menyusun kira-kira 90% dari protoplasma, sedangkan unsur yang lainnya menyusun ± 1%. Unsur-unsur ini biasanya dijumpai dalam bentuk-bentuk asam-asam organis, air, dan senyawa-senyawa organis seperti pada tabel dibawah ini :

Senyawa organis % berat
Protein 15
Lipid 13
Carbohydrat 1
Air 80
Garam-garam organis 1

Dikutib dari Beaver dan Noland. 1966. Hal . 36


Kebanyakan garam-garam anorganis dalam sitoplasma dijumpai dalam bentuk ion-ion. Kebanyakan senyawa anorganis di dalam protoplasma terdapat dalam bentuk elektrolit sedangkan senyawa-senyawa organis dalam bentuk non elektrolit.

B. Protein
Protein merupakan senyawa utama pembangun sel, protein yang terkandung dalam inti sel disebut nukleoprotein. Protein dapa sel hidup mempunyai dua peran utama yaitu sebagai katalik dan mekanik. Protein dalam bentuk enzim berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia dalam sel hidup. Peranan mekanik protein adalah sebagai pembangun (struktural) dan peran kontraktil seperti pada protein otot. Protein dibangun oleh bagian-bagian kecil yang disebut asam amino. Asam amino yang tidak dapat disintesis pada sitoplasma harus didatangkan dari luar dalam makanan.

NH2 disebut gugus amin sedangkan COOH disebut gugus karboksil. Gugus –NH2 ¬ menyebabkan asam amino bersifat basa, sedangkan gugus –COOH menyebabkan asam amino bersifat asam. Jadi asam amino bersifat asam dan basa, sifat ini disebut sifat amfoter. Dengan demikian asam amino dapat bersenyawa satu sama lain membentuk molekul-molekul yang lebih besar dan lebih kompleks.
Apabila suatu asam amino dimasukan dalam air, maka suatu ion hidrogen akan terlepas dari gugus karboksil sehingga bermuatan negatif kemudia menggabungkan diri dengan gugus amin sehingga bermuatan positif.
Keadaan ini menyebabkan adanya polaritas listrik pada molekul asam amino, sementara kutub positif dari suatu asam amino daapt bergabung dengan kutub negatif asam amino yang lainnya, dengan persenyawaan antara kedua molekul asam amino dapat membentuk satu molekul dengan melepaskan satu molekul air. Sama hal nya sebelum melakukan persenyawaan molekul baru yang terbentuk mempunyai kutub-kutub dan persatuan dari sambungan-sambungan tapi disebut rantai peptida. Suatu senyawa yang terbentuk dari persatuan dua buah asam amino disebut sebagai dipeptida.dengan demikian suatu dipeptida dapat bersenyawa dengan asam amino yang lainnya sehingga membentuk tripeptida. Apabila terjadi penggabungan sejumlah besar asam-asam amino yang bersenyawa satu dengan yang lain akan terbentuk polypeptida. Selanjutnya sejumlah polypeptida yang bersenyawa akan membentuk pepton-pepton, proteose dan protein.
C. Karbohidrat
Karbohidrat adalah persenyawaan organik yang sederhana terdiri dari unsur C,H dan O. Formula untuk karhohidrat adalah Cx(H2O)y contoh dari karbohidrat adalah glukosa, sukrosa, dan selulosa. Karbohidrat mempunyai peranan yang penting, hampir semua energi dari semua aktivitas hidup pada semua organisme berasal dari oksidasi karbohidrat terutama glukosa pada tubuh karbohidrat disimpan dalam bentuk glikogen terutama dalam hati dan otot.
Karbohidrat digolongkan menjadi monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat sederhana yang namanya ditentukan oleh jumlah atom C pada molekulnya misalnya :
- Monosakarida yang mempunyai lima atom C disebut pentosa contohnya ribosa
- Monosakarida yang mempunyai enam atom C disebut heksosa contohnya glukosa
Korbohidrat merupakan sumber energi bagi aktivitas-aktivitas protoplasmatis dengan jalan dioksidasi. Material makanan dalam bentuk glukosa dioksidasi untuk mencukupi kebutuhan dalam sel. monosakarida merupakan komponen untuk disakarida dan polisakarida. Misalnya glukosa sederhana dapat bergabung membentuk disakarida dengan menghasilkan suatu molekul air.
Contoh
C6H12O6 + C6H12O6 C12H22O11 + H2O
(glukosa) (fruktosa) (sukrose) (air)

D. Lipid (lemak)
lemak merupakan senyawa yang terbentuk dari gliserol (C3H8O3) dengan tiga molekul asam lemak. Asam lemak ditentukan oleh asam lemaknya. Asam lemak jenuh mempunyai rumus umum CnH2nO2. Rumus yang lebih formati adalah CH3(CH2)nCOOH. Dilihat dari rumusnya asam lemak mempunyai gugus meti yaitu CH3 dan gugus karboksil yaitu COOH. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang rantai hidrokarbon mempunyai atom H yang maksimum. Sedangkan jika rantai hidrokarbon atom H belum maksimum disebut dengan tidak jenuh. Contohnya oleat. Lemak mempunyai peranan yang penting dalam menghasilkan energi seperti karbohidrat. Selain itu lemak mempunyai peran sebagai bagian dari membran plasma yang berbentuk fosfolipid.
E. Asam Nukleat
Asam nukleat merupakan materi inti sel yang berperan mengatur aktivitas sel dan mengandung materi-materi yang membawa faktor keturunan. Ada dua jenis asam nukleat yaitu DNA (deoxyrobonucleic acid) dan RNA (rebonucleic acid). Asam nukleat dibangun oleh nukleotida-nukleotida. Molekul nukleotida terdiri atas nukleosida yang mengikat asam fosfat. Molekul nukleosida terdiri atas pentosa (deoksiribosa atau ribosa) yang mengikat suatu basa (purin dan pirimidin). Jadi suatu nukleotida terdiri atas pentosa (gula), fosfat dan basa nitrogen.
Pentosa yang berasal dari DNA ialah deoksiribosa dan yang berasal dari RNA adalah ribosa. Basa purin dan pirimidin yang berasal dari DNA ialah adenin, guanin, sitosin, dan timin sedangkan basa purin dan pirimidin yang berasal dari RNA ialah adenin, guanin, sitosin dan urasil.
F. ENZIM
Enzim merupakan biokatalisator / katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Struktur enzim terdiri dari:
• Apoenzim, yaitu bagian enzim yang tersusun dari protein, yang akan
rusak bila suhu terlampau panas(termolabil).
• Gugus Prostetik (Kofaktor), yaitu bagian enzim yang tidak tersusun
dari protein, tetapi dari ion-ion logam atau molekul-molekul organik yang disebut KOENZIM. Molekul gugus prostetik lebih kecil dan tahan panas (termostabil), ion-ion logam yang menjadi kofaktor berperan sebagai stabilisator agarenzim tetap aktif. Koenzim yang terkenal pada rantai pengangkutan elektron (respirasi sel), yaitu NAD (Nikotinamid Adenin Dinukleotida), FAD (Flavin Adenin Dinukleotida), SITOKROM.
Enzim mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel. Walaupun enzim dibuat di dalam sel, tetapi untuk bertindak sebagai katalis tidak harus berada di dalam sel. Reaksi yang dikendalikan oleh enzim antara lain ialah respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, kontraksi otot, fotosintesis, fiksasi, nitrogen, dan pencernaan.
Sifat-sifat enzim
Enzim mempunyai sifat-siat sebagai berikut:
1. Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi.
2. Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60ยบ C, karena
enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil.
3. Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat
pada enzim.
4. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya
sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang.
5. Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel
(ektoenzim), contoh ektoenzim: amilase,maltase.
6. Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, meng- katalisis pembentukan dan penguraian lemak. lipase
Lemak + H2O ———————————> Asam lemak + Gliserol
7. Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif
(permukaan tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan substrat tertentu.
8. Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan yang disebut kofaktor.
Pada reaksis enzimatis terdapat zat yang mempengarahi reaksi, yakni activator dan inhibitor, aktivator dapat mempercepat jalannya reaksi, 2+ 2+
contoh aktivator enzim: ion Mg, Ca, zat organik seperti koenzim-A. Inhibitor akan menghambat jalannya reaksi enzim. Contoh inhibitor : CO, Arsen, Hg, Sianida

cabai rawit

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Cabai rawit atau Capsicum Frutescens adalah tanaman yang sangat populer diseluruh dunia. Sebagai salah satu tanaman holtikultura, cabai rawit merupakan komoditi tanaman buah semusim yang berbentuk perdu. Tanaman dari famili solanaceae ini merupakan tanaman budidaya yang juga sering di tanam di pekarang sebagai tanaman sayur. Di Indonesi tanaman cabai rawit ada berbagai macam jenis. Cabai rawit mempunyai tiga varietas yaitu cabai rawit leutik atau cengek leutik, cengek domba atau cengek bodas dan ceplik. (Depkes, 1989)
Cabai rawit mempunyai banyak fungsi yang sangat banyak selain dijadikan penyedap dalam masakan, cabai rawit juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit karena cabai rawit mempunyai kandungan gizi yang cukup baik.
Cabai rawit dapat ditanam di lahan mana saja seperti lahan sawah, tegalan, dan tempat yang terlindungi oleh pepohonan sekalipun asalkan pesyaratan tumbuhnya terpenuhi.
I.2 Tujuan
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Botany Phanerogamae
- Agar mahasiswa dapat menanam suatu tanaman
- Agar mahasiswa mengetahui lebih jauh tanaman yang ditanamannya
- Agar mahasiswa dapat menulis laporan penelitian





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Cabai Rawit
Kingdom :Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum Frutescens L
2.2 Sejarah Tanaman Cabai
Sejak 2500 tahun sebelum masehi, tanaman cabai sudah tumbuh di daratan Amerika tepatnya di Amerika Selatan dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko. Pada saat itu buah cabai sudah dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan. Ditemukan pada salah satu prasasti pemimpin terakhir suku Aztek di Meksiko, Montezuma, selalu memberikan bubuk cabai pada minuman coklat kekaisaran pada saat sarapan pagi.
Tahun 1492 Christopher Columbus mendarat di Pantai Salvador, kepulauan Bahama. Dia menemukan ternyata penduduk asli daerah setempat sudah banyak menggunakan buah cabai sebagai bumbu masakan.
Pada pendaratan Columbus yang ke-3 di Benua Baru itu, dia melihat tanaman cabai telah dibudidayakan hampir diseluruh tempat yang ia datangi. Ketika akan kembali ke Spanyol, Columbus membawa segenggam biji cabai yang kemudian ditanam oleh petani-petani spanyol. Dari Spanyol inilah kemudian tanaman cabai menyebar ke seluruh Eropa, bahkan seluruh dunia termasuk Indonesia. Indonesia sendiri mulai mengenal tanaman cabai saat bangsa Portugis mendatangi Indonesia dan disusul oleh bangsa Belanda. (Padmiarso, 2009)
Di Indosesia cabai merupakan tanaman sayuran yang menduduki areal paling luas diantara tanaman sayuran lainnya yang dibudidayakan di Indonesia. Tanaman cabai banyak ragamnya diperkirakan terdapat 20 spesies. Menurut Pickersgill (1989) terdapat lima spesies cabai yang didomestika, yaitu Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum bacctum dan Capsicum pubescens. Dari kelima spesies tersebut terdapat 2 spesies yang memiliki potensi ekonomis yang tinggi yaitu Capsicum annuum dan Capsicum frutescens. Kedua spesies ini dibudidayakan secara luar di seluruh dunia sedangkan spesies lainnya yaitu Capsicum chinense, Capsicum bacctum hanya dibudidayakan di Amerika Selatan saja.



2.3 Morfologis Tanaman Cabai Rawit
Cabai rawit merupakan tanaman budidaya yang termasuk dalam tumbuhan perdu tahunan. Cabai sering sekali kita jumpai di perkarangan rumah yang ditanam sebagai tanaman sayuran.
Selain tanaman ini termasuk tanaman perdu setahun, tanaman cabai rawit mempunyai ciri-ciri morfologis yaitu tanaman yang mempunyai percabangan yang banyak, tinggi tanaman bekisar antara 50 cm sampai dengan 100 cm, memiliki batang yang berbuku-buku atau bersudut di bagian atasnya. Memiliki daun tunggal berseling dengan helaian daun berbentuk bulat telur (ovatus), apex folii berbentuk acutus (meruncing), tepi daun (margo folii) rata (integer), dan memiliki tulang daun penninervis.
Bunga muncul pada ketiak daun, mahkota berbentuk bintang (rotatus), bunga tunggal atau 2-3 bunga letaknya berdekatan, berwarna putih, putih kehijauan dan kadang-kadang berwarna ungu. Letak ovarium menumpang (superus), beruang satu (unilocularis). Kelopak bunga berbulu dan tidak berbulu. Mempunyai panjang 2 mm sampai 3 mm.
Kulit buah, epidermis luar terdiri dari selapis sel berbentuk poligonal, pipih ke arah tangensial, dinding tangensial luar sangat tebal dan bergaris. Sel epidermis ini berisi tetes-tetes minyak berwarna kuning kemerahan. Hipodermis terdiri dari sel-sel kolenkimatik, tebal sampai 7 lapis sel, dinding sel putih kekuningan, berisi tetes minyak berwarna kuning kemerahan. Parenkim mesokarp terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal, dinding tipis berisi tetes minyak berwarna kuning kemerahan di antara sel parenkim terdapat berkas pembuluh bikolateral. Lapisan sel besar terdiri dari 1 atau 2 lapis sel berbentuk poligonal, dinding tipis, lumen lebar dan jernih, tidak terdapat tetes minyak.
Epidermis dalam terdiri dari selapis sel berdinding tipis dan berdinding tebal, sel epidermis yang berdinding tipis berisi tetes-tetes minyak yang berwarna kuning kemerahan, sedang sel epidermis yang berdinding tebal terdapat di bawah sel besar, dinding bernoktah, serta menyerupai sel batu yang pada pengamatan tangensial tampak berkelompok, bentuk memanjang atau membundar dengan dinding berkelok-kelok,lumen agak lebar, tidak berisi tetes minyak, kutikula bagian dalam tipis.
Serbuk berwarna coklat kemerahan,rasa sangat pedas, bau merangsang. Fragmen pengenal adalah fragmen tangensial epidermis luar, dinding bernoktah, fragmen epidermis dalam berdinding tebal yang menyerupai sel batu terlihat tangensial. Fragmen pembuluh kayu bernoktah atau dengan penebalan tangga dan spiral, fragmen hipodermis, fragmen serabut sklerenkim sangat sedikit.

2.4 Buah, Biji dan Benih
2.4.1 Buah Cabai Rawit Putih
Buah cabai termasuk kedalam buah buni. Bentuk cabai rawit putih (cengek) bermacam-macam, ada yang berukuran besar dan panjang adapula yang kecil dan panjang atau ramping. Bagian ujung dari keduanya melancip sehingga mirip bentuk sebuah taji. Bentuk permukaan dari cabai rawit ini tidak rata bahkan terlihat bergelombang.
Bila dibandingkan dengan cabai rawit putih, cabai rawit hijau bentuknya lebih ramping dan pendek dan juga memiliki permukaan yang rata.
Buah cabai rawit putih saat masih muda berwarna putih sedangkan buah tua berwarna jingga. Dalam satu tanaman, ukuran buahnya bervariasi yaitu panjang antara 3-3.5 cm dan diameter antara 5-15 mm. Dalam proses pematangan warna buah dari berwarna putih atau putih kehijau-hijauan menjadi kuning kemudian berwarna kemerah-merahan lalu merah menyala (jingga). (Setiadi, 2007)
Di desa Asmarabangun, kecamatan puncu, jawa timur. Dalam satu tanaman, warna ungu selalu ada pada buah mudanya walaupun tidak merata diseluruh permukaan buah.
2.4.2 Biji
Hasil biji cabai dipengaruhi oleh kesempurnaan penyerbukan bunga dan tinggi rendahnya suhu udara setempat. Faktor inilah yang mengakibatkan perbedaan jumlah biji dalam buah, ada yang jumlah bijinya banyak dan adapula yang jumlah bijinya sedikit. Ada biji yang berisi biji generatif untuk benih, ada pula biji tidak berisi.
Untuk mengetahui bentuk biji cabai rawit kita dapat membelah buah cabai dan mengeluarkan isinya. Biji cabai yang ideal yaitu yang berasal dari buah tua dan dalam kondisi baik. (Setiadi, 2007)
Hasil dari pengamatan dari setiap buah cabai ditemukan biji yang tak padat (tak berisi) dan biji yang padat (berisi). Jumlah biji yang tak padat dan yang padat tidak bisa dihitung karena presentase yang tak padat lebih kecil sekali. (Setiadi , 2007).

2.4.3 Benih
Buah cabai yang telah dipilih untuk dijadikan benih dibelah membujur, kemudian biji dikeluarkan satu demi satu dan langsung dijemur hingga kering. Bisa juga buah cabai dijemur terlebih dahulu hingga kering setelah itu baru biji dikeluarkan dari buah. Untuk mengdapatkan biji yang baik, setelah biji dikeringkan biji dimasukan kedalam ember berisi air di aduk-aduk agar masing-masing biji terpisah. Bisi yang dapat akan tenggelam sedangkan biji yang tak padat akan terapung. Biji yang tenggelam inilh yang diambil untuk dijadikan calon benih.
Setelah dilakukan seleksi seperti tapi sebelum benih disimpan benih dapat dimasukan terlebih dahulu kedalam larutan peptisida (misalnya, hipoklorit 10%) selama kurang lebih 10-15 menit. Setelah itu benih dijemur kembali sampai kering lalu benihj dapat dimasukan kedalam kemasan untuk disimpan. Tujuan benih direndam dengan peptisida agar benih terbebas dari penyakit yang kemungkinan ada dalam biji. Perendaman dengan peptisida dapat dilakukan pada saat pembenihan.
Apabila biji tidak direndam dengan peptisida terlebih dahulu setelah dilakukan penyeleksian biji dapat dimasukan kedalam kemasan yang diberi lubang angin lalu dimasukan kedalam wadan misalnya toples. Toples ini harus ditutup dengan rapat. Benih harus disimpan ditempat kering tidak lembab agar tidak mengundang datangnya jamur. Dan ditempat tidak panas agar tidak merusak daya tumbuh benih. Dengan penyimpana seperti itu benih dapat tahan lebih lama hingga 2 tahun.


2.5 Daerah Tumbuh
Cabai rawit umumnya dapat ditanam didaerah tegalan alias derah tadah hujan atau daerah yang belum atau tidak mendapatkan pengairan yang teknis. (Setiadi : 2007)
tanaman cabai sangat baik ditanam pada daerah yang mendapatkan curah hujan dan panas yang cukup. Tanaman cabai merupakan tanaman yang paling mudah beradaptasi dengan lingkungan hanya saja cabai rawit yang ditanam di tempat berbeda akan menghasilkan produksi yang berbeda pula.
Daerah tumbuh tanaman cabai rawit yang paling cocok adalah pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Apabila tanaman cabai ditanaman pada daerah lebih tinggi, produksi cabai tetap sama tetapi masa petiknya berbeda. Pada daerah lebih tinggi masa petik tanaman cabai lebih lama dari pada tanaman cabai yang ditanam didaerah rendah. Begitu pula pada masa pembungaannya. Di daerah bersuhu rendah ini tanaman cabai menghasilkan buah yang partenokarpi. Partenokapri adalah buah tanpa atau dengan sedikit biji.
Menurut pakar dari prancis tanaman cabai rawit baik ditanam pada daerah bersuhu lebih dari 26 oC dan pada zona katulistiwa.
Pengaruh suhu rendah terhadap produksi biji dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel. 1 Efek Suhu Rendah Malam Hari Pada Produksi Biji Buah
Sebelum Anthesis*
(suhu Malam Hari, OC) Sesudah Anthesis*
(suhu Malam Hari, OC) Jumlah Biji (perbuah)
18-30
18-20
8-10
8-10 8-10
18-20
8-10
18-20 251
252
235
204
Sumber : George, Raymond A.T., 1985

Catatan : * anthesis adalah saat tepung sari mulai dewasa dan siap melakukan penyerbukan
Cabai yang diteliti sejenis paprika yang buahnya besar dan bijinya banyak


2.6 Tanah dan Kandungannya

2.6.1 Kondisi Tanah
2.6.1.1 Peresapan air dan kelembapan tanah
Tanah yang digunakan biasanya bertekstur remah atau gembur agar air dapat meresap dengan baik dan sirkulasi udara berjalan dengan baik. mempunyai kadar air yang cukup, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Tanah yang baik untuk menanam cabai sebaiknya mempunyai suhu sedang, tidak terlalu panas atau tidak terlalu dingin.
Kandungan air dalam tanah sangat penting untuk tanaman. Kekurangan atau kelebihan air dapat menyebabkan bunga atau buah mudah gugur, menurunkan mutu buah, mengganggu pertumbuhan akar, dan menghambat akar dalam menyerap tanaman. Sebaliknya jika tanah terlalu lembab akan mengakibatkan busuk akar. ( Setiadi, 2007)
Ada cara sederhana untuk mengetahui normal tidaknya kelembaban tanah dan gembur tidaknya tanah yaitu dengan cara mengamati daya serap tanah terhadap air. Tanah yang akan diuji disiram air, lalu perhatikan lamanya air itu diserap ke dalam tanah. Bila kedalaman penyerapan antara 0.2-20 cm dan berlangsung paling lama satu jam tanah masih bisa dikatakan cukup mampu menjaga kelembapan. Bila lebih lama dari itu tanah tergolong liat dan bisa membuat tanah menjadi becek.

2.6.1.2 Suhu dalam tanah
Suhu dalam tanah yang cukup baik berkisar 15-28 oC. Ini merupakan suhu rata-rata secara global, sedangkan suhu yang sesungguhnya tergantung pada masing-masing daerah. Suhu dalam tanah sangat berhubungan dengan udara semakin tinggi suhu udara maka semakin tinggi pula suhu dalam tanah. Suhu 25-40 0C sangat baik untuk tanaman yang sedang memasuki masa pertumbuhan. Pada saat mamasuki masa panen suhu tanah yang paling baik adalah pada suhu 15-300C. Suhu tidak oleh melebihi 400C karena dapat merusak akar tanaman yang bisa berakibat tanaman tersebut menjadi mati dan tidak lebih rendah dari 80C. Umumnya suhu dalam tanah sampai kedalaman sekitar 110 cm sekitar 30C lebih tinggi dari suhu udara. Jadi, seandainya suhu di Jakarta rata-rata 26-300C maka suhu dalam tanah di daerah ini bisa mencapai 29-330C. (Setiadi, 2007)


2.6.1.3 Tanah asam dan tanah basa
Derajat keasaman atau pH adalah puissance negatif de H maksudnya adalah nilai logaritma negatif dari kadar ion hidrogen yang ada. Jumlah kadar ion H inilah yang menyebabkan keasaman tanah. Tanah yang ditemukan di Indonesia lebih banyak tanah yang mempunyai pH tinggi (tanah asam). Tanah asam yang biasa dijumpai biasanya berupa:
a. Tanah mineral di daerah bersuhu tinggi dengan curah hujan yang tinggi, tanahnya berwarna merah sampai merah kuning.
b. Tanah gambut, tanah yang hampir seluruhnya berasal dari sisa tumbuhan yang telah membusuk.
c. Tanah rawa dan tanah pasang surut.
Untuk mengukur pH tanah kita dapat menggunakan pH meter atau kertas lakmus. pH tanah sangat menentukan terhadap jenis tanaman yang dapat tumbuh didaerah itu. Sebagai contoh pH antara 6,0-6,5 dapat ditolerir untuk dapat ditanami tanaman cabai rawit. Yang menjadi permasalahan adalah bila pH tanah tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman maka diperlukan pengolahan tanah agar pH tanah tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman.
Tanah asam tidak cocok untuk tanaman karena unsur aluminium dan besi meningkat, sedangkan unsur kalsium, fosfat, dan magnesium menjadi merosot. Pada kondisi tanah yang bersifat asam tanaman dapat keracunan unsur almunium dan besi karena kemampuan tanah untuk menyerap air dan makanan terhambat kecuali kedua unsur tesebut. Oleh karena itu walaupun tanah dipupuk terus, tidak akan mempengaruhi kondisi tanaman tersebut karena unsur-unsur yang ada dalam pupuk tidak bisa diserap oleh akar tanaman.
Apabila pH tanah diatas 7 atau tanah bersifat basa. Akan menyebabkan akar tanaman tidak bisa menyerap semua unsur dari pupuk. Ada beberapa unsur yang diserap tanaman secara terbatas apabila pH tanah dalam keadaan netral, tetapi pada saat pH tanah tinggi tanaman akan menyerap unsur tersebut secara berlebihan.
Tabel 2. Pengaruh pH Tanah Terhadap Unsur-Unsur yang Diserap oleh Akar Tanaman
pH keterangan
6,5 - 7,0

Unsur-unsur yang terkandung dalam tanah baik bahan alami, bahan buatan, maupun bahan tambang dapat diserap oleh akar.Namun unsue Fe dan Al diserap terbatas.
5,0 – 6,0 Unsur esensial (N,P,K,Ca dan Mg) diserap dalam jumlah sedikit. Sedangkan Zn,Bo,Mn, Fe diserap dalam jumlah besar.
< 5,0 Semua unsur tidak mampu diserap akar, kecuali Fe.
>7,5 Mempunyai situasi yang hampir sama pada saat tanah mempunyai pH rendah
Sumber : Setiadi, 2002
Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pH tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang pada dalam tanah. Mikroorganisme umunya berkembang sangat pesat pada bagian atas atau dekat permukaan tanah. Bakteri, fungi, ataupun actinomyces sangat aktif pada saat pH rendah dan tinggi. Kareana mikroorganisme ada yang merugikan ataupun menguntungkan maka belum tentu pada pH netral tanaman bebas dari gangguan.

2.6.2 Kandungan Tanah
Tanah sangat mempengaruhi produktif tidaknya suatu tanaman. Hal ini mungkin terjadi akibat tanah tidak memenuhi syarat untuk ditanami tanaman. Bisa jadi tanah kurang mengandung bahan organik, hal ini bisa disebabkan karena bahan organik hilang karena terjadi erosi. Selain kandungan bahan organik, struktur tanah yang kurang baik dapat mempengaruhi produktifitas tanaman. Drainase dan sirkulasi udara yang kurang baik juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan juga komponen fisik dan kimia dalam tanah kurang memenuhi syarat.
Untuk dapat mempertanahankan produksi tanaman, perlu dilakukan beberapa upaya seperti bahan organik dalam tanah perlu ditingkatkan dan struktur tanah juga perlu diperbaiki agar drainase (peresapan air) dan sirkulasi udara (earasi) dalam tanah menjadi lancar.

2.7 Bertanam Cabai Rawit
2.7.1 Pembenihan
Benih yang akan disemaikan sebaiknya tidak langsung disemaikan begitu saja ke tempat pembenihan. Tetapi ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelum pembenihan dimulai. Pertama benih yang akan disemaikan harus diseleksi terlebih dahulu dengan merendamnya di dalam air, benih yang tenggelam merupakan benih yang padat. Setelah dilakukan penyeleksian benih direndam dalam air hangat kira-kira suhunya 500C selama satu malam. Hal ini dilakukan agar merangsang benih untuk lebih cepat tumbuh.
Yang ketiga merendam benih dalam pestisida, benih langsung direndam dalam pestisida terutama fungisida selama kurang lebih 10-15 menit. Setelah itu baru dilakukan penyemaian. Penyemaian dapat dilakukan di bedengan atau di polibag. Tanah yang digunakan untuk pembenihan dipolibag harus subur. Umumnya tanah tersebut merupakan campuran tanah dan pupuk. Pupuk yang biasa digunakan adalah urea, TSP dan KCL.
Pertumbuhan tunas atau benih biasanya paling lama sekitar 14 hari setelah benih mulai disemaikan. Menurut pengalaman kami setelah hari ke-6 sampai ke-8 tunas benih mulai tumbuh. Dua minggi setelah penebaran muncul 3 daun, kemudia hari ke-17 daun keempat sudah mulai tumbuh. Memasuki hari ke-20 daun keempat sudah muncul sempurna. Pada umur sebulan atau 4 minggi tinggi tanamna sudah 8-10 cm dan muncul 6 daun. ( Setiadi, 2007)
Cara menyemaikan benih di bedengan dapat dilakukan dengan ditebarkan secara merata pada larikan sepanjang bedengan.jarak penebaran benih kira-kira 3-6 cm, jangan terlalu rapat agar memudahkan saat pengambilan benih kedalam tempat pembibitan.

2.7.2 Pemindahan bibit
Pemindahan bibit ke dalam polibag umumnya dilakukan setelah tunas menumbuhkan 4 daun. Pemindahan ini sebaiknya dilakukan pada sore hari, karena apabila pada siang hari penguapan tanaman sangat besar sehingga dikhawatirkan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat terjadi karena tumbuhan belum mempunyai akar yang sempurna dan akibatnya belum mampu secaras empurna menyerap air, oleh karena itu pemindahan bibit sebaiknya tidak dilakukan pada siang hari dikhawatirkan tanaman akan mati kekeringan akibat penguapan yang tinggi.
Sebelum dipindahkan polibag diisi dengan tanah subur biasanya merupakan campuran dari tanah, pasir dan pupuk. Setelah itu bibit dipindahkan di tempat pembenihan beserta tanahnya. Kedalaman tanaman disesuaikan dengan batas tanah yang membungkus akar. Tanah pembungkus akar ditutupi dengan tanah kemudian dirapatkan dengan tangan, setalah itu polibag disiram dengan air secukupnya.

2.7.3 Penyiraman
Penyiraman tidak dilakukan apabila musim hujan atau pada saat curah hujan tinggi. Tetapi penyiraman perlu dilakukan apabila musim kemarau tiba atau pada saat curah hujan sedikit. Untuk tanaman yang masih dalam proses pertumbuhan penyiram dilakukan setiap hari pada pagi hari. Hidari penyiraman air secara berlebihan karena akan mengakibatkan penyakit busuk akar. Juga jangan sampai tanah menjadi sangat kering karena akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman misalnya bunga menjadi gampang rontok. Penyiraman dilakukan dengan meyiram seluruh tajuk tanaman bampai basah menggunakan alat penyemprot. Sedangkan tanah diguyur hingga basah merata.
Kekuranga air pada fase vegetatif menyebabkan tanaman cabai rawit tumbuh kerdil sedangakan kekurangan air pada fase pembentukan bunga dan buah dapat menyebabkan penurunan hasil buah bahkan dapat menggagalkan panen. Sedangkan pemberian air secara berlebihan daapt menyebabkan pwrtumbuahan tanaman cabai terhambat.
Pada fase pertumbuhan vegetatif tanah harus tetap dalam kondisi lembab, sehingga penyiraman dilakukan secara teratur. Misalnya frekuensi penyiraman 1-2 kali sehari terutama pada musim kemarau, pada fase pertumbuha generatif pengairan dikurangi secara bertahap. Penyiraman sebaiknya dilakukan pada pagi, supaya daun dan tanah kering sebelum malam hari untuk mencegah serangan cendawan.

2.8 Hama dan Penyakit
2.8.1 Hama
Berbagai hama dan penyakit yang dapat menyerang tanaman cabai rawit, diantaranya sebagai berikut :

1. Hama Kutu Daun dan Tungau (myzus persicae sulz) dan Tungau (polyhaqotarsonemus latus banks)
Hama kutu daun atau tungau hidup dipermukaan bawah daun. Tungau berukuran kecil dan berwarna putih. Hama kutu daun menyerang jaringan tanaman yang masih lunak seperti pucuk tanaman dan daun muda. Sedangkan hama tungau menyerang pucuk tanaman, daun muda, tunas, bunga dan buah. Serangan berat kutu daun terutama terjadi saat awal musim kemarau yaitu saat udara kering dan suhu tinggi.
Kutu daun menyerang dengan mengisap cairan tanaman sehingga tanaman akan kehilangan dan kehabisan cairan. Serangan kutu daun dapat dilihat dengan gejala-gejala sebagai berikut : tanaman layu, daun mengeriting dan berkerut, pucuk mengeriting dan melingkar, dan akhirnya tanaman akan mati.
Serangan tungau dapat mengakibatkan bagian tanaman yang diserang hama mengerut atau mengeriting, terjadi perubahan warna dan petumbuhan tanaman tidak normal. Serangan pada bunga atau buah dapat mengakibatkan bunga dan buah rontok dan berkerut pada pangkalnya.
Pengendalian hama kutu daun dapat dengan cara pemangkasan daun yang sesuai, jarak tanaman yang sesuai dan menggunakan insektisida misalnya Tamaron, Pegasus, Omite 75 EC, Curracron. Pengendalian hama tungau dapat dilakukan dengan penyemprotan peptisida, misalnya kelthone, ormite dan sebagainya. Selain dengan cara kimiawi, pengendalian kedua hama tersebut dapat dilakukan dengan cara biologis yaitu dengan menyebarkan musuh-musuh alai misalnya kumbang macan, kepik Orius sp.
2. Lalat Buah (Dacus sp.)
Hama alat buah menyerang buah cabai, baik buah yang masih muda ataupun yang sudah masak. Hama ini menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu dan buah gugur sebelum waktunya. Serangan hama terhadap buah yang sudah masak menyebabkan buah tidak berwarna merah tetapi berwarna kehitam-hitaman dan buah menjadi keras.
Penyebaran hama ini oleh lalat dewasa yang menyimpan atau meletakan telurnya di buah. Telur-telur tersebut akan menetas dan menjadi larva, larva inilah yang menyebabkan buah menjadi membusuk.
Penegndalian hama lalat buah ini dapat dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan memetik buah cabai yang telah terserang dan kemudian membakarnya. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan peptisida misalnya Lembaycid 25 EC, pengendalian hama ini juga dapat menggunakan perangkap misalnya Methil Eugenol (1cc).
3. Hama Trips Daun (Trips parvispinus Karny)
Hama trips daun dikenal juga dengan hama putih karena nimfa atau larvanya berwarna keputih-putihan. Tubuh trips dewasa berukuran kira-kira 1mm, berwarna kuning-coklat, coklat atau hitam. Hama ini dapat menghasilkan telur tanpa melalui pembuahan. Jumlah telur yang dihasilkan sekitar 80-120 butir, diletakan secara terpencar di bawah daun. Hama ini dapat menyerang tanaman yang masih muda atau tanaman yang baru disemaikan dan juga tanaman yang sudah tua. Hama trips menyerang daun dan buah cabai dengan cara mengisap cairan dalam tubuh tanaman. Daun-daun yang terinfeksi menjadi berkerut, keriting, pucat, layu dan akhirnya mengering. Hama ini sering di jumpai pada pucuk-pucuk daun atau pada ujung daun lapisan bawah. Bagian pucuk yang tanaman terserang akan berhenti pertumbuhan tunasnya dan tanaman akan kerdil.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara sanitasi kebun dan gulma, pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inangnya misalnya tomat, kentang, waluh dan bayam. Penyemprotan menggunakan peptisida misalnya pegasus. Dapat melakukan penggenangan sesat untuk membunuh kepompomg, pemasangan mulsa jerami ataupun mulsa plastik. Dan dapat menyebarkan musuh alami hama trips daun yaitu kumbang macan dan kepik.
4. Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura atau Prodenia litura)
Pada waktu masih muda ulat gayak berwarna kehijau-hijauan barebintik-bintik hitam. Saat dewasa ulat gayak berwarna abu-abu gelap atau coklat. Hama ini menyerang daun dan buah tanaman cabai rawit. Pada awal serangan daun kelihatan berlubang-lubang dan lama-kelamaan hanya tersisa tulang-tulang daun.
Ulat ini menyerang tanaman pada malam hari sedangkan pada siang hari ulat ada di dalam tanah. Pada umumnya, ulat gayak menyerang satu tanaman secara bersama-sama sampai seluruh daun pada tanaman itu habis. Setelah habis barulah ulat tersebut pindah ketanaman yang lainnya.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan penggenangan sesaat sehingga ulat tidak dapat bernafas, atau dengan menggunakan perangkap Feromoid Sex, sanitasi kebun, pemangkasan daun yang telah menjadi sarang telur ngengat dan membakarnya. Dapat juga dengan menyebarkan musuh-musuh alami, misalnya Bacillus thuringiensis dan Borrelinavirus litura. Pengendalian secara kimia dengan penyemprotan peptisida misalnya Azodrin dan pengolahan tanah secara baik agar dapat membunuh kepompong ulat yang bersembunyi di dalam tanah

2.8.2 Penyakit
Penyakit yang sering dijumpai pada tanaman cabai rawit adalah :
1. Penyakit Layu Furasium
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Furasium oxysporum Schlecht. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan dan kelompok penyakit yang paling merugikan. Penyakit ini menyerang tanaman pada semua tingkatan umur. Penyakit ini menyebabkan tulang-tulang daun menjadi menguning dan biasanya daun tua yang lebih dahulu terserang. Jika batang tanaman dibelah secara membujur akan terlihat pembuluh kayu berwarna coklat, batang tidak mengeluarkan lendir dan terjadi pembusukan pada empulur. Penyakit ini menyebabkan tanaman layu dan mati. Apabila penyakit ini menyerang tanaman yang telah bereproduksi atau menghasilkan buah, buah tidak dapat dipanen karena mempunyai kualitas yang buruk.
Penyakit ini mulai menyerang bagian akar terlebih dahulu, terutama akar yang luka. Nematoda akar sangat membantu infeksi Fusarium. Kemudian cendawan ini mulai meluas ke batang dan meluas dalam jaringn pembuluh sehingga pengangkutan air dan zat-zat hara terganggu dan akhirnya menyebabkan tanaman layu dan mati. Cendawan Fusarium oxysporum akan berkembang cepat pada suhu tanah yang tinggi dan kelembaban tanah tinggi. Tanah yang kaya akan kandungan nitrogen tetapi kandungan kaliumnya sedikit marupakan faktor yang membuat perkembangan penyakit ini semakin cepat.
Pada umumnya, penyebaran penyekit ini terjadi di dalam tanah dan dapat betahan lama di dalam tanah. Jadi jika sebidang tanah telah dijangkiti oleh cendawan ini maka tanaman cabai yang ditanam di arel tanah tersebut akan terserang penyakit layu fusarium. Penyebaran penyakit ini juga dapat terjadi melalui alat-alat pertanian yang telah dijangkiti oleh spora cendawan tersebut.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara pembongkaran tanaman yang telah terinfeksi kemudian membakarnya. Pelaksaan sistem pengairan yang baik agar air tidak tergenang. Pencegahan agar akar tidak terluka saat pendangiran, pemberantasan cacing-cacing akar (nematoda) dengan nematisida. Pencelupan akar bibit yang akan dipindahakan dengan menggunakan bahan kimia Benomyl 1.000 ppm serta penyiraman batang tanaman dengan fungisida.
2. Penyakit Antraknosa
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici dan cendawan Gloeosporium piperantum. Cendawan ini menyerang daun, batang,buah, yang masih muda maupun yang telah masak. Serangan cendawan ini pada tanaman cabai rawit dapat dilihat dengan timbulnya bercak-bercak kecil hitam dengan bagian tepi berwarna kuning dan permukaan buah berlekuk-lekuk. Selanjutnya bercak akan memanjang dan membesar sehingga bagian tengah akan menjadi gelap.
Penyakit ini masih dapat tetap terjadi pada saat penyimpanan sehingga terjadi busuk lunak. Selanjutnya buah akan mengering, mengkerut dan warna seperti jerami kering. Cendawan Gloeosporium piperantum juga menyerang ranting-ranting muda sehingga menyebabkan mati ujung. Penyebaran penyakit ini dapat melalui angin, sisa tanaman yang terinfeksi, dan percikan air. Infeksi dapat terjadi langsung melalui kutikula kulit buah, biji atau luka-luka.
Pengendalian penyakit ini dapat dengan menggunakan biji-biji yang tidak terinfeksi. Sanitasi, kebersihan kebun dari sisa-sisa tanaman yang mati dan dapat dengan penyemprotan fungisida.
3. Penyakit Layu Bakteri
Penyakit ini disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum. Penyakit ini tegolong ganas karena dalam waktu yang tidak lama gejala awal tampak tanaman akan mati. Bakteri ini dapat hidup pada berbagai jenis tanaman misalnya terung, kacang tanah, melon dan sebagainya.
Infeksi bakteri ini dapat terjadi melalui luka-luka pada akar, kemudian merusak jaringan berkas pembuluh pengankutsehingga pengangkutan air dan hara menjadi terganggu. Penyakit ini juga dapat menyerang melalui buah.
Serangan penyakit ini dapat menimbulakn bercak-bercak berwarna hijau kekuning-kuningan pada daun yang masih muda dan bercak berwarna kuning dengan pinggiran berwarna gelap pada daun yang sudah tua. Selanjutnya daun akan mengunign secara keseluruhan dan akhirnya gugur.
Gejala luar dari penyakit ini hampir sama dengan gejala pada penyakit layu fusarium. Anmun keduanya dapat dibedakan dengan melihat gejala dalam. Pada penyakit layu fusarium buah tidak menunjukan perbedaan warna dan jika dipotong batang tidak mengelurkan cairan atau lendir berwarna kemerahan, pada layu bakteri juga terjadi pembusukan empulur.
Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui peralatan pertanian seperti parang atau sabit, biji, air, nematoda, serangga dan manusia. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan pemupukan berimbang, pembongkaran dan pembakaran tanaman yang sakit, perbaikan drainase sehingga air tidak tergenang, sterilisasi seluruh alat pertanian yang akan digunakan dengan formalin 10% atau dipanaskan selama beberapa menit, penanaman tidak dilakukan pada bekas pembongkaran tanaman yang terinfeksi dan perendaman benih pada bahan kimia Agrimicin atau Agrept 0,5 g/liter selama 5-15 menit.


4. Penyakit Bercak Daun Cercospora
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici. Cendawan ini menyerang daun tanaman sehingga menyebabkan proses asimilasi terganggu karena klorofil daun rusak dan jumlah daun ebrkurang karena banyak daun yang gugur. Serangan penyakit ini dapat mengakibatkan erjadinya bercak-bercak bulat kecil kebasahan pada daun tanaman yang terinfeksi. Lama-kelamaan bercak ini semakin meluas dan membesar, dengan pusat berwarna pucat keputihan dan pinggiran berwarna lebih gelap. Selanjutnya daun akan cepat menguning dan pada akhirnya daun gugur, daun yang terserang penyakit ini juga dapat langsung gugur tanpa menguning terlebih dahulu. Cendawan ini juga dapat menyerang batang, tangkai daun dan tangkai buah.
Penyebaran penyekit ini dapat melalui biji, sisa tanaman yang terinfeksi dan juga dapat terinfeksi melalui air. Penyakit ini dapat berkembang pada cuaca yang panas dan basah. Penyakit ini jarang ditemukan pada musim kemarau dan pada lahan yang memiliki drainase yang baik.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara sanitasi lingkungan yaitu pembersihan lingkungan dari sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan juga dengan menyemprotka peptisida.
5. Penyakit Busuk Buah
Penyakit busuk buah disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici. Penyakit ini menyerang buah dan juga daun. Infksi yang terjadi pada buah mula-mula menyebabkan terjadinya bercak-bercak kecil berwarna hijau suram lama-kelamaan bercak ini membesar dan meluas ke seluruh bagian buah sehingga warna buah menjadi coklat kehitaman, mengkerut, mengering dan akhirnya gugur.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara pembongkaran dan pembakaran tanaman yang sudah terinfeksi, pengaturan jarak tanaman yang tidak terlalu dekat, sanitasi kebun yaitu pembersihan gulma, rumput dan tanaman yang mati akibat terinfeksi kemudian membakarnya. Pengairan dan drainase yang baik, penggunaan pupuk yang tidak berlebih dan juga penyemprotan peptisida.
6. Penyakit Rebah Semai
Penyakit remah semai diakibatkan oleh cendawan Rhizoctonia solani dan Phytium sp. yang hidup di dalam tanah. Cendawan ini menyerang tanaman cabai pada waktu penyemaian. Menyebabkan biji membusuk di dalam tanah, semai-semai matis sebelum muncul kepermukaan tanah, dan bibit yang telah tumbuh rebah dan mati.
Infeksi cendawan ini etrjadi pada pangkal batang sehingga menjadi lunak dan berair, serang penyakit ini pada bibit menyebabkan bibit muda mengkerut, rebah dan mati. Penyakit ini berkembang cepat pada saat kondisi tanah dalam keadaan kelembaban tinggi.
Pengendalian tanaman dapat dilakukan dengan sanitasi lingkungan yaitu pembersihan lingkungan dari gulma dan rumput, sanitasi pekrja yaitu dengan membersihkan tangan dengan sabun setelah menangani tanaman yang terinfeksi, pembersihan alat-alat setelah digunakan pada tanaan yang terinfeksi, pergiliran tanaman, pencabutan tanaman yang terinfeksi dan membakarnya, menggunakan biji yang bebas virus.
7. Penyakit Tepung
Penyakit tepung pada tanaman cabai rawit disebabkan oleh jamur Oidiopsis sicula. Penyakit ini menyerang tanaman cabai baik yang ditanaman di daerah tinggi ataupun di daerah rendah pada umumnya penyakit ini muncul pada musim kemarau.
Serangan penyakit ini menyebabkan munculnya lapisan tepung pada permukaan daun bagian bawah. Lapisan tersebut merupakan massa spora yang terdiri atas konidiofor dan konidium jamur. Daun menjadi pucat dan kemudian rontok, kondisi ini dapat mempengaruhi proses fisiologis tanaman.
Penyebaran penyakit ini dapat meluas melalui angin, peralatan pertanian yang telah tertempeli cendawan. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan pemangkasan dan pembakaran tanaman yang terinfeksi, sanitasi peralatan dan penyemprotan menggunakan fungisida.
2.8.3 Pengendalian
Dalam budi daya tanaman cabai rawit, banyak sekali jenis dan penyakit yang dapat menyerang tanaman cabai rawit. Pada umumnya hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai rawit hampir sama dengan hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai jenis lainnya, seperti cabai merah dan paprika.
Agar hama dan penyakit tidak terjadi secara meluas dan akhirnya dapat menimbulkan kerugian besar diperlukan upaya perlindungan baik secara preventif maupun kuratif.
Pengendalian hama dan penyakit secara preventif adalah tindakan atau pencegahan pertumbuhan hama dan penyakit agar tanaman tidak terinfeksi penyakit tersebut. Pengendalian hama dan penyakit secara preventif dilakukan dengan pengolahan tanah secara intensif, pengaturan jarak tanaman secara tepat, penanaman tepat pada waktunya, pelaksanaan sisitem pengairan teknis yang baik dengan menggunakan air yang sehat, penanaman jenis atau varietas yang resisten, penyiangan, menggunakan benih yang sehat, pembuatansaluran drainase yang baik agar air tidak menggenang, pengapuran tanah, pemupukan berimbang, pemangkasan cabang dan daun, penanaman tanaman perangkap atau penggilir tanaman.
Pengendalian hama dan penyakit secara kuratif adalah mengobati tanaman yang terinfeksi hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit secara kuratif dapat dilakukan dengan pemangkasan bagian tanaman yang terinfeksi, penyemprotan menggunakan obat-obatan kimia, penggenangan sesaat, penyebaran musuh-musuh alami, dan dapat secara menual memunguti dan menangkap hama untuk dibunuh.
Jika tidak dikendalikan dengan baik hama dan penyakit dapat menimbulkan kerugiaan diantaranya adalah dapat menurunkana hasil panen dan dapat menurunkan kualitas buah, terjadi infeksi sekunder sehingga infeksi tanaman lebih parah lagi, dapat meningkatkan biaya produksi karena harus membeli pestisida atau obat-obat untuk kimia, dapat menurunkan produksi petani dan menurunkan keuntungan petani.
Pelindungan terhadap hama dan penyakit dapat berhasil dengan baik apabila memperhatikan gejala-gejala yang terjadi pada tanaman. Hingga saat ini pengendalian hma secara kimiawi dianggap paling efektif. Walaupun masyarakat sendiri telah mengetahui dampak dari penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak baik terhadap lingkungan.
Residu efek yang dapat ditimbulkan dari penggunaan bahan-bahan kimia, misalnya kematian organisme lain yang bukan sasaran, meracuni hewan-hewab peliharaan yang berada disekitarnya, meracuni pemakai, meningkatkan resistensi atau ketahanan hama sasaran sehingga hama sasaran timbul kembali, dan juga pengguaan bahan-bahan kimia dapat mencemari lingkungan.
Untuk mengurangi dan memperkecil residu efek dari pemakaian obat-obatan kimia, diannjurkan untuk menggunakan sistem terpadu dalam pengendalian hama dan penyakit, yaitu dengan penggabungkan teknik pengendalian hama dan penyakit secara mekanis, biologis dan kimiawi. Namun sistem seperti ini dianggap kurang efektif, karena penyebaran hama dan penyakit yang cendrung meluas dan hanya mungkin dekendalikan menggunakan cara kimiawi. Maka pengendalian kimia tersebut harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat, yaitu apabila waktunya yang sangat mendesak dan penggunaan dengan cara lain sudah tidak memungkinkan lagi.
2. Dosis yang tepat, yaitu harus sesuai dengan dosis yang tepat dan sesuai dengan tingkat serangan.
3. Penggunaan pestisida hanya pada daerah yang diserang, agar efek letal pestisida tidak mempengaruhia areal tanaman yang lain.
4. Penggunaan pestisida secara selektif, yakni menggunakan pestisida yang secara efektif hanya mematikan jenis hama atau penyakit sasaran.

2.9 Kandungan dan Kegunaan Cabai Rawit

2.9.1 Kandungan cabai rawit
Cabai rawit paling banyak mengandung vitamin A dibandingkan cabai lainnya. Cabai rawit memiliki rasa yang pedas ini karena kandungan capsaicin dan dihidrocapsaicin. Kandungan homocapsaicin dan homodihidro capsaicin terdapat dalam konsentrasi yang kecil. Perbandingan kandungan dari cabai rawit dan cabai basar dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Cabai Rawit dan Cabai besar
Komponen Cabai rawit Cabai besar
Kecil panjang Kecil pendek lonceng bulat
1. Kondisi lembab
2. Kondisi kering
3. Abu
4. Protein
5. Lemak
6. Karbihidrat
7. Total mineral*)
8. Total asam amino **) 75,70 %

24,30%
1,41%
12,81%
0,08%
10,00%
2.646,85 mg

65,14 71,30 %

28,70%
1,26%
13,06%
0,51%
13,84%
3.078,73 mg

65,12 84,20%

15,80%
1,25%
13,44%
0,46%
0,66%
4.338,90mg

64,70 84,80%

15,20%
0,89%
11,94%
0,58%
1,55%
2.671,61 mg

69,36
Sumber : Olaofe & Cs., 1992

Catatan :
- Nomor 1-7 kandungan dari 100 g bahan
- Nomor 8, per 100 g protein berisi esensi asam amino sekitar 30,64-35,40%
- Untuk mengetahui isi kandungan lembab dan kering pada nomor 3-8 dengan membandingkan nilai persentasi antara nomor 1 dan 2

Pada saat ini sudah ditemukan kandungan karetenoid (capsanthin, capsorubin, carotene, dan lutein), lemak (9-17%), protein (12-15 %), vitamin A dan C, serta sejumlah kecil minyak menguap. (Adhi , 2002)
2.9.2 Kegunaan Cabai rawit
Selain digunakan untuk sayuran, cabai rawit yang banyak mengandung vitamin A dan C juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan mata dan juga dapat menyembuhkan sakit tenggorokan. Dengan keunggulan yang dimiliki oleh cabai rawit, biasanya cabai rawit juga digunakan sebagai campuran dalam industri makanan, minuman maupun farmasi. Cabai rawit juga dapat menggantikan fungsi minyak gosok untuk menghilangkan pegal-pegal, rematik, sesak nafas bahkan pegal-pegal ini karena cabai rawit mengandung capsicol (samacam minyak asiri yang tinggi). Karen ketajaman aromanya cabai rawit juga dapat menyembuhakan sakit tenggorokan.
Masyarakat banyak memanfaatkan cabai rawit untuk menyembuhkan berbagai penyakit diantaranya sebagai berikut:
- Kaki dan tangan lemas (seperti lumpuh)
Sediakan 2 bonggol akar cabai rawit, 15 pasang kaki ayam yang dipotong sedikit di atas lutut, 60 g kacang tanah, dan 6 butir hung cao. Bersihkan bahan-bahan tersebut dan potong-potong seperlunya. Tambahkan air dan arak sama banyak sampai bahan-bahan tersebut terendam seluruhnya (kira-kira 1 cm di atasnya). Selanjutnya, tim ramuan tersebut. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum, sehari dua kali, masing-masing separo dari ramuan.
- Sakit perut
Cuci daun muda segar secukupnya, lalu giling sampai halus. Tambahkan sedikit kapur sirih, lalu aduk sampai rata. Balurkan ramuan tersebut pada bagian perut yang sakit.
- Rematik
Giling 10 buah cabai rawit sampai halus. Tambahkan 1/2 sendok teh kapur sirih dan air perasan sebuah jeruk nipis, lalu aduk sampai rata. Balurkan ramuan tersebut pada bagian tubuh yang sakit.







BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan:
1. Skop kecil
2. Botol aqua ukuran sedang
3. Polibag ukuran 10x10 cm
4. guting
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan :
1. Bibit cabai rawit putih
2. Pupuk kompos plus pupuk organik produksi PUSPITEK
3. Tanah
4. Pasir
5. Air



3.2 Metode Penanaman
Sebelum benih disemaikan benih diseleksi terlebih dahulu dengan memesukannya pada air setelah itu diaduk, benih cabai yang tenggelam diambil sedangkan benih cabai yang terapung tidak digunakan. Setelah itu benih cabai yang sudah diseleksi direndam dengan air hangat selama satu malam.
Pada tanggal 4 April benih cabai disemaikan cara penyemaiannya menggunakan botol aqua yang budah digunting setengahnya lalu diisi tanah yang sebelumnya telah dicampur dengan pasir, tanah yang sudah dicampur dengan pasir kemudian diberi pupuk kompos dengan perbandingan 1:5 setelah itu dicampurkan hingga merata setelah itu barulah tanah dimasukan ke dalam botol aqua dan ditebarkan bibit cabai kemudian bibit ditutupi oleh tanah tipis-tipis.
Setelah minggu ke-3 sudah muncul empat daun, tanaman cabai dipindahkan kedalam polibag ukuran 10x10 cm. Polibag diisi oleh tanah yang yelah dicampurkan dengan pasir dan pupuk kompos seperti pada saat penyemaian. Tanaman yang akan dipindahkan dipisahkan terlebih dahulu, pemisahan ini dilakuakan dengan cara pertama botol aqua digunting pinggirannya hal ini dilakukan untuk memisahkan tanaman yang tumbuh terlalu rapat, setelah itu tanaman dipisahkan tanah yang menempel pada akar tidak dibuang. Setelah tanamn dipisahkan satu sama lain barulah tanaman dipindah ke dalam polibag.
Pada minggu ke-1 sampai ke-4 penyiraman tidak dilakukan setiap hari karena hampir setiap hari turun hujan. Tetapi apabila tanah terlihat sudah kering penyiraman harus dilakukan